Jakarta
- Dunia Islam tengah mengalami dinamika yang luar biasa. Berbagai ujian
datang silih berganti. Belum reda fobia Barat kepada kaum muslimin
akibat stigma teroris pasca peristiwa serangan 11 September 2001, satu
dekade kemudian, tepatnya akhir tahun 2010 Arab Spring bergejolak dari
Tunisia yang kemudian menjalar ke seantero Timur Tengah. Bila Arab
Spring membawa implikasi positif bagi demokratisasi di tanah Arab, tidak
dengan persoalan yang terjadi beberapa bulan terakhir.
Yang dimaksud adalah perlakuan diskriminasi yang mengarah ke pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar. Pengusiran yang membuat ratusan ribu muslim Rakhine hidup terlunta-lunta. Mereka harus kehilangan hak-hak mendasa sebagaimana umat manusia umumnya.
Namun belum usai persoalan muslim Rohingya, umat kembali diuji dengan serangan yang menistakan ajaran Islam dan Muhammad SAW di dalam film Innocence of Muslims di AS. Tak sampai disitu, selang beberapa hari kemudia, kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW diterbitkan oleh sebuah majalah di Prancis dan Spanyol. Tujuannya satu, propaganda dalam menyudutkan Islam.
Berbagai problem sekaligus tantangan itu, menjadi keresahan tersendiri bagi semua komponen umat, termasuk Persatuan Umat Islam (PUI). Selaku ormas Islam, PUI bertanggung jawab memberikan solusi dalam menyelesaikan problem keumatan. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum PUI, KH. Nurhasan Zaidi dalam Diskusi Bulanan Pimpinan Pusat PUI bertajuk “Menyikapi Permasalahan Dunia Islam Kontemporer” yang berlangsung di Aula Mesjid Baitul Ihsan Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jl. Budi Kemuliaan No. 23 Jakarta Pusat yang dituliskan Sabtu (29/9).
“Seluruh organisasi kemasyarakatan Islam harus bersatu guna mengembalikan harga diri dan kehormatan Islam yang diinjak-injak oleh Barat. Terkait kasus pembantaian Rohingya, ini adalah bentuk pelanggaran HAM berat yang tidak bisa ditolerir lagi”, kata KH Nurhasan yang juga delegasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Rohingya pada awal September lalu. PUI juga mengecam keras segala bentuk penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Sebab penistaan itu adalah bentuk diskriminasi dalam beragama.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua MPR, Dr. Hidayat Nurwahid memandang penting adanya sikap bersama seluruh komponen organisasi Islam. Hidayat sangat mengapresiasi kegiatan yang digagas oleh PUI. “Islam diseluruh dunia harus manjadi bagian dalam melawan kecongkakan Barat. Di era modern, penjajahan terhadap semua bangsa tidak dibenarkan oleh hukum mana pun” tandas alumni Pondok Pesantren Gontor.
Senada dengan Hidayat, Ketua Rombongan Delegasi Untuk Rohingya, Ir. Abdul Hakim, MM memaparkan, bahwa Muslim Rohingya sangat membutuhkan bantuan dunia Islam. Abdul Hakim menguraikan pertemuannya dengan para ulama dan pemuda Islam Myanmar yang menghendaki adanya kerjasama konkrit, misalnya pertukaran pelajar dan pengiriman para da`i. “Kondisi muslim Rohingya sangat mengenaskan. Kami meminta pemerintah Myanmar segera menghentikan diskriminasi dan intimidasi terhadap mereka,” tegas Abdul Hakim.
Diskusi yang dimoderatori oleh Ketua Umum Pemuda PUI, Iman Budiman ini berlangsung antusias dan khidmat. Ratusan peserta dan 35 Pimpinan Pusat Ormas Islam se-Indonesia dengan saksama menyimak uraian para narasumber. Forum diskusi PUI ini sepakat bahwa pemeritah Myanmar harus menghormati hak etnis Rohingya, termasuk menjadi bagian dari negara Myanmar. Demikian pula agar kaum muslimin mengonsolidasikan diri menjawab tantangan keumatan yang makin kompleks.
Sumber: theglobejournal.com